ADAB AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR

Gambar. Adab Amar Ma'ruf Nahi Munkar - www.hudacendekia.or.id

Bagikan :

ADAB AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR

  1. Meluruskan niatnya semata-mata karena Alloh dan keridhoan-Nya serta agar orang-orang mendapatkan hidayah dari Alloh. Bukan bertujuan untuk meraih kepentingan duniawi dari manusia. Karena amar ma’ruf dan nahi mungkar adalah ibadah. Maka, sudah selayaknya diikhlaskan karena Alloh Ta’ala. Motivasi utama bagi seorang da’i tatkala berdakwah ialah rasa cinta kepada Allah subhanahu wa ta’ala, kepada agamaNya, kepada sesamanya, mengharapkan kebaikan untuk orang yang didakwahi. Keikhlasan da’i dalam dakwahnya, merupakan perkara yang paling penting bagi keberhasilan dakwahnya, sebagaimana Allah subhanahu wa ta’ala kabarkan tentang para nabi tatkala mereka berkata kepada kaumnya:

فَإِن تَوَلَّيْتُمْ فَمَا سَأَلْتُكُم مِّنْ أَجْرٍ إِنْ أَجْرِيَ إِلاَّ عَلَى اللّهِ وَأُمِرْتُ أَنْ أَكُونَ مِنَ الْمُسْلِمِينَ

“Jika kalian berpaling (dari peringatanku), aku tidak meminta upah sedikitpun daripada kalian. Upahku tidak lain hanyalah dari Allah belaka, dan aku disuruh supaya aku termasuk golongan orang-orang yang berserah diri (kepadaNya)”. [Yunus:72]

  1. Bahkan Nabi Muhammad menyebut amar ma’ruf dan nahi mungkar adalah bentuh sedekah yang diberikan kepada orang lain. Sebagaimana dalam hadis berikut:

وَأَمْرٌ بِالْـمَعْرُوْفِ صَدَقَةٌ، وَنَهْيٌ عَنْ مُنْكَرٍ صَدَقَةٌ

“Menyuruh kepada yang ma’ruf adalah sedekah, mencegah dari yang mungkar adalah sedekah.” (HR. Muslim)

  1. Memiliki ilmu tentang apa yang akan disampaikan kepada orang lain. Tentang ilmu, ini meliputi tiga perkara:

Pertama: Ilmu agama.

Seorang da’i harus mengetahui syariat Allah subhanahu wa ta’ala dan hukum-hukum yang berkaitan dengannya, sehingga mampu berdakwah di atas ilmu dan hujjah. Allah telah menjelaskan dalam firmaNya:

قُلْ هَـذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَاْ وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللّهِ وَمَا أَنَاْ مِنَ الْمُشْرِكِينَ

“Katakanlah: “Inilah jalanku (agamaku). Aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata. Maha suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik”. (QS. Yusuf: 108).

Makna bashirah dalam ayat ini ialah ilmu.

Kedua: Ilmu tentang keadaan orang yang hendak didakwahinya.

Dengan mengetahui keadaan orang yang hendak didakwahinya, seorang da’i sudah mempersiapkan dirinya untuk menghadapi medan dakwah di depannya. Ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus Muadz ke Yaman, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan wasiat:

إِنَّكَ سَتَأْتِي قَوْمًا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ

“Sesunggungnya engkau akan mendatangi kaum dari ahli kitab”. (HR. Bukhari).

Dalam hadist ini Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan kepada siapa dia diutus, sehingga dia mengetahui yang akan dihadapinya, kemudian mempersiapkan diri.

Ketiga: Seorang da’i hendaklah mengetahui ilmu tentang metode dakwah.

  1. Beramal Dengan Apa Yang Didakwahkan. Ini merupakan sifat yang wajib dimiliki seorang da’i. Dia harus menjadi suri tauladan bagi orang lain tentang apa yang didakwahkannya, sehingga bukan termasuk orang yang mengajak kepada kebaikan namun justru dia meninggalkannya; mencegah dari sesuatu, namun dia sendiri melakukannya. Orang seperti ini termasuk golongan orang-orang yang merugi. Adapun orang yang beriman, mereka menyeru kepada kebenaran, beramal dengannya, bersegera dan bersemangat dalam mengamalkannya dan menjauhi hal-hal yang dilarang. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ كَبُرَ مَقْتاً عِندَ اللَّهِ أَن تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, mengapa kalian mengatakan apa yang tidak kalian perbuat. Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kalian mengatakan apa-apa yang tiada kalian kerjakan.” (QS. Ash-Shaf: 2-3).

  1. Bersikap penuh kasih sayang, kelemahlembutan, keramahan, wajah yang berseri-seri, tawadhu’ (rendah hati) dan tutur kata yang halus. Alloh Azza wa Jalla telah menyanjung panutan para du’at Shallallahu ‘alaihi wa Salam dalam firman-Nya :

وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ

“Sungguh pada dirimu terdapat perangai yang agung.” (QS. Al-Qalam: 4)

Baca Artikel Lainnya!

Dan kita memiliki teladan yang baik pada diri beliau Shallallahu ’alaihi wa Salam. Betapa banyak orang yang masuk Islam disebabkan oleh kelemahlembutan, kemuliaan dan sifat pengasih beliau padahal dahulunya mereka adalah orang yang berada di atas kejahiliyahan, lalu menjadi sahabat mulia yang berperangai baik.

Siapa saja dari para Dai yang tidak berperangai dengan akhlak yang baik, maka ia akan menyebabkan manusia lari darinya dan dari dakwahnya. Karena tabiat manusia itu, mereka tidak mau menerima dari orang yang suka mencela dan menunjukkan pendiskreditan terhadap mereka, walaupun yang diucapkan orang itu adalah benar tanpa ada kebimbangan sedikitpun. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman kepada Nabi-Nya yang mulia :

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّهِ لِنتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لاَنفَضُّواْ مِنْ حَوْلِكَ

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.” (QS Ali ’Imran : 159).

  1. Menghiasi dirinya dengan kesabaran dan bukan dengan kemarahan. Sabar merupakan penopang yang paling kuat bagi seorang Dai yang sukses. Seorang Dai itu membutuhkan kesabaran sebelum, ketika dan setelah berdakwah. Dengan inilah Allah memerintahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam, Ia berfirman :

فَاصْبِرْ كَمَا صَبَرَ أُوْلُوا الْعَزْمِ مِنَ الرُّسُلِ

“Bersabarlah kamu sebagaimana bersabarnya ulul azmi dari para rasul.”

Sabar di dalam dakwah kedudukannya bagaikan kepala terhadap jasad. Maka tidak ada dakwah bagi orang yang tidak memiliki kesabaran sebagaimana tidak ada jasad bagi orang yang tidak memiliki kepala.

Seorang Dai, pasti akan menghadapi berbagai bentuk gangguan, hinaan dan cercaan, apabila ia sabar terhadapnya, maka ia adalah seorang imam yang patut diteladani, Allah subhanahu wata’ala berfirman :

وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُونَ

“Dan kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah kami ketika mereka sabar dan adalah mereka meyakini ayat-ayat kami.” (QS as-Sajdah : 24)

Telah ada pada kekasih kita shallallahu ‘alaihi wa salam uswah hasanah (panutan yang baik) bagi diri kita, beliau telah melangsungkan dakwahnya selama 23 tahun, berdakwah menyeru kepada Alloh siang dan malam, secara diam-diam maupun terang-terangan. Namun, tidak ada satupun yang dapat memalingkan beliau dari dakwahnya dan tidak ada pula yang dapat mengehentikan upaya beliau shallallahu ‘alaihi wa salam.

  1. Tidak mempermasalahkan perkara-perkara khilafiyah yang banyak perbedaan pendapat di dalamnya, yang masing-masing memiliki dalil dan tafsir.
  2. Menentukan waktu yang tepat sebelum menyuruh berbuat ma’ruf dan melarang perbuatan yang munkar.
  3. Menentukan skala prioritas dalam berdakwah.
  4. Menjauhkan sikap kagum pada diri sendiri atau menganggap dirinya lebih baik daripada pelaku maksiat sehingga menganggap mereka orang-orang rendah.

Dukung Program Huda Cendekia, Sedekah Santri Penghafal Qur’an

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Assalamualaikum,..

Sahabat shalih/shaliha bantu para santri untuk bisa menghafal al-Qur’an yuk, dengan bersedekah di program

Beasiswa untuk Santri Penghafal Al-Qur'an