ADAB BERTAMU

Gambar. Adab Bertamu - www.hudacendekia.or.id

Bagikan :

ADAB BERTAMU

Berikut di antara adab bertamu yang patut diterapkan seorang muslim yang hendak mengunjungi kerabat atau tetangga.

PertamaBertamu Dalam Waktu-Waktu yang Disunnahkan. Hendaknya setiap Muslim yang akan bertamu memilih waktu-waktu bertamu agar tidak mengganggu tuan rumah. Di antara waktu-waktu tersebut adalah pagi dan sore hari. Sebagaimana hadits berikut. Dikatakan oleh Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu (yang artinya), “Rasulullah tidak pernah mengetuk pintu pada keluarganya pada waktu malam. Beliau biasanya datang kepada mereka pada waktu pagi atau sore.” (HR. Bukhari dan Muslim)

KeduaMeminta Izin dan Mengucapkan Salam Kepada Tuan Rumah. Sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala (yang artinya), “Wahai orang-orang beriman, janganlah kalian memasuki rumah yang bukan rumah kalian sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagi kalian, agar kalian (selalu) ingat. Jika kalian tidak menemui seorang pun di dalamnya maka janganlah kalian masuk sebelum kalian mendapatkan izin. Dan jika dikatakan pada kalian, Kembalihlah! Maka hendaknya kalian kembali. Itu lebih bersih bagi kalian dan Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan.” (QS. An-Nur [24] :27)

Dan sebagaimana sabda Rasulullah (yang artinya), “Dari Abu Musa Al-Asy’ary radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, ‘Minta izin masuk rumah itu tiga kali, jika diizinkan untuk kamu (masuklah) dan jika tidak maka pulanglah!’” (HR. Bukhari dan Muslim)

Pernah salah seorang shahabat dari Bani ‘Amir meminta izin kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang ketika itu sedang berada di rumahnya. Orang tersebut mengatakan, “Bolehkah saya masuk?” maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan pembantunya dengan sabdanya, “keluarlah, ajari orang itu tata cara meminta izin, katakan kepadanya, “Assalamu’alaykum, bolehkah saya masuk?” Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut didengar oleh orang tadi, maka dia mengatakan, “assalamu’alaykum, bolehkah saya masuk?” Akhirnya, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mempersilakan untuk masuk ke rumah beliau. (HR. Abu Dawud)

Dari dalil-dalil yang disebutkan di atas dapat dipahami bahwa ketika hendak bertamu maka seorang Muslim disunnahkan untuk meminta izin dan mengucapkan salam kepada tuan rumah. Meminta ijin di sini sebagai bentuk menjaga pandangan, sesuai dengan sabda Rasulullah dari Sahl bin Sa’ad as Sa’idi radhiyallahu ‘anhu (yang artinya), “Meminta izin itu dijadikan suatu kewajiban karena untuk menjaga pandangan mata.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Lalu bagaimana urutannya meminta izin atau mengucapkan salam terlebih dahulu? Kembali pada hadits tentang shahabat dari Bani ‘Amir, dalam hal ini Rasulullah mengajari untuk mengucapkan salam terlebih dahulu kemudian meminta izin. Sedangkan dalam Al-Quran surat An-Nur ayat 27 hanya menyebutkan dua hal yang dilakukan ketika hendak memasuki rumah yaitu meminta izin dan mengucapkan salam. Namun dalam prakteknya, mengucapakan salam bisa dijadikan sebagai bagian dari meminta izin karena biasanya setelah membuka pintu, tuan rumah langsung mempersilakan masuk. Dari dalil di atas juga terdapat batasan untuk meminta izin yaitu sebanyak tiga kali. Jika tidak menemui seorang pun setelah mengucapkan salam sebanyak tiga kali, maka yang berkeperluan harus mengurungkan niatnya untuk bertamu. Hal ini pun harus dilakukan ketika tuan rumah berhalangan untuk menerima tamu.

KetigaJangan Mengintip atau Berdiri Tepat di Depan Pintu. Bagian dari adab bertamu adalah dilarang mengintip ke dalam rumah yang akan dikunjungi. Karena bisa jadi di dalamnya tuan rumah dalam keadaan aurat yang terbuka atau terdapat suatu hal yang harus dijaga kerahasiaannya. Sesuai dengan sabda Rasulullah yang diriwayatkan oleh Abu Hurairahradhiyallahu ‘anhu (yang artinya), ”Barangsiapa mengintip ke dalam rumah suatu kaum tanpa izin mereka maka sungguh telah halal bagi mereka untuk mencungkil matanya.” (HR. Muslim)

Selain hal di atas, berdiri tepat di depan pintu juga dilarang. Hal ini dimaksudkan pula untuk menjaga privasi tuan rumah ketika tuan rumah belum siap menerima tamu. Sebagaimana sabda Rasulullah yang diriwayatkan dari Abdullah bin Bisyr radhiyallahu ‘anhu ia berkata (yang artinya), “Adalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam apabila mendatangi pintu suatu kaum, beliau tidak menghadapkan wajahnya di depan pintu, tetapi berada di sebelah kanan atau kirinya dan mengucapkan assalamu’alaykum…assalamu’alaykum…” (HR. Abu Dawud)

Baca Artikel Lainnya!

KeempatMemperkenalkan Diri. Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan tentang Isra’ Mi’raj, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Kemudian jibril naik ke langit dunia dan meminta izin untuk dibukakan pintu langit, Jibril ditanya, “Siapa Anda?” Jibril menjawab, “Jibril.” Kemudian ditanya lagi, “Siapa yang bersama Anda?” Jibril menjawab, “Muhammad.” Kemudian Jibril naik ke langit kedua, ketiga, keempat dan seterusnya di setiap pintu langit, Jibril ditanya “Siapa Anda?” Jibril menjawab , “Jibril.” (HR. Bukhori dan Muslim)

Dalam kitab Riyadus shalihin, Imam An-Nawawi rahimahullah membuat bab khusus sesuai kisah di atas , “Bab bahwasanya termasuk sunnah jika seseorang minta izin bertamu ditanya namanya, “Siapa Anda?” maka harus djiawab dengan nama atau kunyah yang sudah dikenal, dan makruh jika hanya menjawab, “saya” atau semisalnya.”

KelimaMemintakan Izin Untuk Tamu yang Tidak Diundang. Ketika seorang Muslim bertamu untuk memenuhi undangan sedangkan di sisinya terdapat orang yang ikut bertamu (tidak diundang), maka hendaknya seorang Muslim yang diundang mengabarkan dan meminta izin kepada tuan rumah perihal orang yang ikut bersamanya. Hal ini pernah dialami oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana kisah shahabat Abu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, “Di kalangan kaum Anshar ada seorang yang dikenal dengan panggilan Abu Syu’aib. Dia memiliki budak seorang penjual daging. Abu Syu’aib berkata kepadanya , “Buatlah makanan untukku, aku akan mengundang RasulullahShallallahu ‘alaihi wa sallam bersama empat orang lainnya. Maka dia mengundang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama empat orang lainnya. Ketika Rasulullah datang bersama empat orang lainnya, ternyata ada seorang lagi yang mengikuti mereka, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Anda mengundang kami berlima, dan orang ini telah mengikuti kami, jikalau Anda berkenan, Anda dapat mengizinkannya, jikalau tidak Anda dapat menolaknya.” Maka Abu Syu’aib berkata, “Ya, saya mengizinkannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

KeenamTidak Memberatkan Tuan Rumah dan Segera Kembali Jika Urusannya Selesai. Seorang Muslim yang bertamu harus mengusahakan untuk tidak membuat repot atau menyusahkan tuan rumah serta segera Kembali (pulang) jika telah selesai urusannya. Sesuai dengan firmanNya (yang artinya)“…. tetapi jika kalian diundang maka masuklah, dan bila telah selesai maka kembalilah tanpa memperbanyak percakapan.” (QS. Al-Ahzab [33]:53)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda yang diriwayatkan dari Abu Syuraih Al-Khuza’i radhiyallahu ‘anhu (yang artinya), “Jamuan tamu itu tiga hari dan perjamuannya (yang wajib) satu hari satu malam. Tidak halal bagi seorang Muslim untuk tinggal di tempat saudaranya hingga menyebabkan saudaranya itu terjatuh dalam perbuatan dosa. Para shahabat bertanya, “Bagaimana dia bisa menyebabkan saudaranya terjatuh dalam perbuatan dosa?” Beliau menjawab, “Dia tinggal di tempat saudaranya, padahal saudaranya tersebut tidak memiliki sesuatu yang bisa disuguhkan kepadanya.” (HR. Muslim dan Abu Dawud)

Disebutkan oleh para ulama bahwa perjamuan yang wajib dilakukan tuan rumah adalah satu hari satu malam (24 jam). Sedangkan perjamuan tiga hari berikutnya adalah mustahab (sunnah) dan lebih utama. Adapun bila lebih dari itu adalah sedekah. Maka dari itu, bagi tamu yang menginap jika telah lewat dari tiga hari maka hendaknya meminta izin kepada tuan rumah. Jika tuan rumah mengizinkan atau menahannya, maka tidaklah mengapa bagi tamu untuk tetap tinggal, dan jika sebaliknya maka wajib bagi tamu untuk pergi. Karena keberadaan tamu lebih dari tiga hari itu dapat menyebabkan tuan rumah terjatuh dalam perbuatan ghibah, beniat untuk menyakitinya atau berburuk sangka. (Lihat Syarh Shahih Muslim)

Hendaklah duduk di tempat yang telah diizinkan. Jangan mencari tempat yang tidak diizinkannya, karena boleh jadi sang pemilik rumah menempatkan kita di tempat tertentu untuk menjaga agar privasi / aurat mereka. Tidak lupa setelah itu berterima kasih kepada pemilik rumah atas jamuan mereka.

Dukung Program Huda Cendekia, Sedekah Santri Penghafal Qur’an

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Assalamualaikum,..

Sahabat shalih/shaliha bantu para santri untuk bisa menghafal al-Qur’an yuk, dengan bersedekah di program

Beasiswa untuk Santri Penghafal Al-Qur'an