Agar Taubat Tidak Sia-Sia

Bagikan :

Taubatan Nasuha, itulah kata yang disematkan Alloh S.W.T. untuk menyebut sebuah taubat yang sebenarnya dan sesungguhnya. Alloh S.W.T. berfirman:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا

“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Alloh dengan taubatan nasuhaa(taubat yang semurni-murninya).” (QS. at-Tahrim [66]: 8)

Imam Muhammad bin Ka’ab al-Qurthubi mengatakan bahwa taubatan nasuha menghimpun empat perkara, “Memohon ampun dengan lisan, menjauhkan diri dari dosa dengan badan, tekad untuk tidak kembali melakukannya lagi dengan sepenuh jiwa, dan menghindari teman-teman yang buruk.”

Dari firman Allah S.W.T. dan penjelasan tersebut terkandung arti taubatan nasuha  yang menunjukkan cakupan agar taubat kita tidak sia-sia, maka taubat pada hakekatnya harus terbentuk dari tiga unsuratau mempunyai tiga pilar, yaitu:

  1. Unsur Ma’rifahdalam taubat.

Unsur ma’rifah dan pengetahuan tentang kesalahan yang dilakukan pada saat terseret dalam kedurhakaan kepada Alloh S.W.T. merupakan unsur penting dalam taubat. Unsur ini harus dilakukan pada saat kita memiliki kesadaran dan kehendak untuk kembali kepada fitroh yang selamat. Alloh S.W.T. berfirman:

وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ

“Orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat Alloh, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka, karena tidak ada satupun yang dapat mengampuni dosa selain Alloh, dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.” (QS. Ali-`Imron [3]: 135)

  1. Unsur Psikologis dan Kehendak.

Unsur psikologis berkaitan dengan jiwa dan kehendak. Di dalam unsur ini ada yang berkaitan dengan masa lampau dan ada pula yang berkaitan dengan masa mendatang yang meliputi beberapa hal:

  1. Penyesalan yang mendalam.

Penyesalan merupakan perasaan, emosi dan lintasan di dalam sanubari, yang menggambarkan kekecewaan karena seseorang berbuat dosa, baik yang berkaitan dengan Alloh S.W.T., hak manusia atau hak dirinya sendiri.

Di antara fenomena penyesalan ini ialah mengakui dosa dan tidak lari dari tanggungjawab untuk memikul akibatnya, disertai permintaan maaf dan ampunan kepada Alloh S.W.T..

  1. Tekad yang bulat.

Tekad yang bulat untuk meninggalkan kedurhakaan, meninggalkannya secara total dan tidak ingin melakukannya kembali. Bukan sekedar kehendak yang mengambang dan asal-asalan, mangayunkan satu kaki, namun kaki satunya lagi masih tertinggal di belakang, pagi bertaubat dan sore harinya melakukan dosa lagi.

  1. Unsur Perbuatan dalam Taubat.

Unsur perbuatan ini mempunyai satu akar yang kemudian menumbuhkan dua macam cabang atau lebih. Akarnya adalah membebaskan diri dari kedurhakaan kepada Alloh S.W.T. secara langsung. Menahan diri dari kedurhakaan ini termasuk unsur amal, latihan, dan jihad di jalan Alloh S.W.T. sebagaimana firman-Nya:

وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ

“Orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhoan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan Sesungguhnya Alloh benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.”(QS. al-Ankabut [29]: 69)

Dari satu akar ini tumbuh dua cabang, yaitu: Istighfar Yaitu mengucapkan kalimat “astagfirulloh” sebagai tanda memohon ampunan kepada Alloh S.W.T.

 

Disusun oleh: Abu Mujahidah al-Ghifari, Lc., M.E.I.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Assalamualaikum,..

Sahabat shalih/shaliha bantu para santri untuk bisa menghafal al-Qur’an yuk, dengan bersedekah di program

Beasiswa untuk Santri Penghafal Al-Qur'an