SYUKUR, SIFAT MULIA YANG PATUT DITELADANI

Bagikan :

Syukur yang Benar

Syukur yang sebenarnya tidaklah cukup hanya dengan mengucapkan “alhamdulillah”. Namun hendaknya seorang hamba bersyukur dengan hati, lisan dan anggota badannya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Qudamah rahimahulloh, “Syukur yang sebenarnya adalah dengan hati, lisan dan anggota badan.” (Minhajul Qosidin, hal. 305)

Adapun tugasnya hati dalam bersyukur kepada Alloh ‘Azza wa Jalla adalah mengakui dan meyakini bahwa nikmat tersebut semata-mata datangnya dari Alloh Ta’ala dan bukan dari selain-Nya. Alloh Ta’ala berfirman: “Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Alloh-lah (datangnya)…(QS. An-Nahl: 53) Meskipun bisa jadi kita mendapatkan nikmat itu melalui teman kita, aktivitas jual beli, bekerja atau yang lainnya, semuanya itu adalah hanyalah perantara untuk mendapatkan nikmat.

Kemudian tugas hati juga dalam bersyukur adalah mencintai Alloh Ta’ala yang telah memberikan semua nikmat itu kepada kita. Dan selanjutnya: Meniatkan untuk menggunakan nikmat itu di jalan yang Alloh ridhai.

Adapun tugasnya lisan adalah memuji dan menyanjung Dzat yang telah memberikan nikmat tersebut pada kita. Sementara tugasnya anggota badan adalah menggunakan nikmat tersebut untuk mentaati Dzat yang kita syukuri (yaitu Alloh Ta’ala) dan menahan diri agar jangan menggunakan kenikmatan itu untuk bermaksiat kepada-Nya.

Barangsiapa yang menggunakan karunia Alloh pada perkara yang dicintai oleh Alloh dan diridhainya serta menjadikannya sarana untuk menegakkan agama pada dirinya, menjalankan kewajiban-kewajiban yang diwajibkan kepadanya, dengan berbuat baik kepada makhluk Alloh, maka ia telah mensyukuri karunia tersebut. Dan barangsiapa yang menggunakan karunia Alloh pada perkara yang dibenci oleh Alloh atau menghalangi hak-hak yang wajib pada karunia tersebut, maka ia telah kufur nikmat (mengingkari nikmat).

Ummul Mukminin Asiyah radhiAllohu ‘anha menulis kepada Mu’awiyah radhiAllohu ‘anhu:

إِنَّ أَقَلَّ مَا يَجِبُ لِلْمُنْعِمِ عَلَى مَنْ أَنْعَمَ عَلَيْهِ أَلَّا يَجْعَلْ مَا اَنْعَمَ عَلَيْهِ سَبِيْلاً إِلَى مَعْصِيَتِه

“Sesungguhnya minimal yang wajib atas orang yang mendapat karunia kepada Sang Pemberi karunia adalah tidak menjadikan karunia tersebut jalan untuk bermaksiat kepada-Nya.”

Sesungguhnya segala kebaikan dan kenikmatan yang ada pada kita adalah karunia dari Alloh Ta’ala berfirman:

وَمَا بِكُم مِّن نِّعۡمَةٖ فَمِنَ ٱللَّهِۖ ثُمَّ إِذَا مَسَّكُمُ ٱلضُّرُّ فَإِلَيۡهِ تَجۡ‍َٔرُونَ ٥٣

“Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Alloh-lah (datangnya), dan bila kamu ditimpa oleh kemudharatan, maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan.” (QS. an-Nahl [16]: 53)

Betapa melimpahnya kenikmatan yang Alloh Ta’ala berikan kepada kita, yang tidak terhingga jumlahnya. Alloh memberikan kita kehidupan, kesehatan, makanan, minuman, pakaian dan begitu banyak nikmat yang lainnya. Jika kita berusaha menghitung nikmat yang Alloh karuniakan kepada kita, niscaya kita tidak akan mampu menghitungnya.

Alloh Ta’ala berfirman: “Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Alloh, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Alloh benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. an-Nahl [16]: 18)

Tiga Tanda Bahagia

Syukur – Seorang muslim sejati tidak pernah terlepas dari tiga keadaan yang merupakan tanda kebahagiaan baginya, yaitu bila dia mendapat nikmat maka dia bersyukur, bila mendapat kesusahan maka dia bersabar, dan bila berbuat dosa maka dia beristighfar (Qowa’idul Arba’, hal. 01)

Sungguh menakjubkan keadaan seorang mukmin. Bagaimanapun keadaannya, dia tetap masih bisa meraih pahala yang banyak. Rosululloh Sholallohu ‘alaii Wassalam bersabda:

عَجَبًا ِلأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ لَهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَلِكَ ِلأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْراً لَهُ

“Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, semua urusannya adalah baik baginya. Hal ini tidak didapatkan kecuali pada diri seorang mukmin. Apabila mendapatkan kesenangan, dia bersyukur, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya. Sebaliknya apabila tertimpa kesusahan, dia pun bersabar, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya.” (HR. Muslim)

Segala nikmat yang Alloh berikan kepada kita adalah ujian bagi kita, apakah kita akan menjadi hamba-Nya yang bersyukur ataukah menjadi orang yang kufur. Sungguh benar apa yang diucapkan oleh Nabi Sulaiman ‘alaihis salam tatkala mendapatkan nikmat, beliau mengatakan bahwa nikmat itu anugerah dari Alloh.

Alloh Ta’ala berfirman: “Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari Al Kitab: “Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip”. Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, iapun berkata: “Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mengujiku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Dan barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia.” (QS. an-Naml [27]: 40)

Alloh telah manjanjikan bagi orang-orang yang bersyukur berkesinambungannya kenikmatan, bertambahnya dan keberkahannya. Alloh berfirman, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu.” (QS. Ibrahim [14]: 7)

Syukur Itu Sifat Mulia Para Nabi

Sesungguhnya para nabi dan rasul ‘alaihimush sholatu was salam adalah manusia pilihan Rabb semesta alam, yang diutus ke dunia sebagai suri tauladan bagi umatnya. Mereka adalah manusia terdepan dalam setiap amal kebajikan. Salah satu sifat yang sangat menonjol pada mereka adalah senantiasa bersyukur terhadap nikmat yang telah Alloh limpahkan pada mereka. Alloh Ta’ala banyak menceritakan keutamaan mereka dalam al-Qur’an sebagai teladan bagi kita. Alloh ‘Azza wa Jalla menyanjung Nabi Nuh ‘alaihis salam dengan firman-Nya: “Sesungguhnya dia adalah hamba (Alloh) yang banyak bersyukur.” (QS. Isra’ [17]: 3)

Imam Bukhori dan Muslim menceritakan di dalam kitab Shahih-nya, bahwa Nabi Sholallohu ‘alaihi Wasallam bangun shalat malam hingga kedua kaki beliau bengkak. Lalu istri beliau, yaitu ‘Aisyah radhiyAllohu ‘anha bertanya, “Mengapa Anda melakukan ini, padahal Alloh telah mengampuni dosa-dosa Anda yang dulu maupun yang akan datang?” Beliau Sholallohu ‘alaihi Wasallam menjawab:

أَفَلاَ أَكُوْنُ عَبْدًا شَكُوْرًا

“Tidak pantaskah jika aku menjadi hamba yang bersyukur?” (HR. Bukhari dan Muslim)

Orang-orang yang bersyukur merekalah yang selamat dari hukuman di dunia, keburukan-keburukan di dunia dan selamat dari penderitaan di akhirat. Alloh berfirman tentang kaum Nabi Luth ‘alaihissalam: “Sesungguhnya Kami telah menghembuskan kepada mereka angin yang membawa batu-batu (yang menimpa mereka), kecuali keluarga Luth. mereka Kami selamatkan sebelum fajar menyingsing, sebagai nikmat dari kami. Demikianlah Kami memberi Balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (QS. Al-Qamar: 34-35)

Semoga Alloh memudahkan kita untuk senantiasa bersyukur dalam setiap kondisi dan menggolongkan kita termasuk hamba-hamba-Nya yang bersyukur yang diselamatkan baik di dunia maupun di akhirat, aamiin.

Ikut Partisipasi Mendukung Program, Salurkan Donasi Anda di Sini!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Kategori
WhatsApp chat

Assalamualaikum,..

Sahabat shalih/shaliha bantu para santri untuk bisa menghafal al-Qur’an yuk, dengan bersedekah di program

Beasiswa untuk Santri Penghafal Al-Qur'an

× How can I help you?