RANTAI DOSA DUSTA

Gambar. Rantai Dosa Dusta - www.hudacendekia.or.id

Bagikan :

Rantai Dosa Dusta

Imam al-Mawardi dalam kitabnya, Adab ad-dunya wa ad-diin, beliau berkata, “Hakikat dusta yaitu pengkabaran tentang sesuatu yang bertentangan dengan realita. Dan pengkabaran tersebut tidaklah terbatas pada perkataan, akan tetapi terkadang dengan perbuatan. Seperti dengan isyarat tangan, atau dengan anggukan kepala, bahkan terkadang dengan sikap diam.”

Berdusta termasuk salah satu dosa besar. Dalam kitab “al-Kabair (dosa–dosa besar)”, Imam adz-Dzahabi menyebutkan bahwa salah satu dosa besar adalah dusta.

Rosululloh Sholallohu ‘alaihi Wassalam bersabda tentang bahaya dusta,“Dan adapun laki-laki yang engkau lihat disobek tulang rahangnya hingga ujungnya, lalu dari hidungnya hingga ke ujungnya, lalu matanya hingga ujungnya, maka dia adalah seorang yang keluar di pagi hari dari rumahnya lalu menyebarkan dusta hingga memenuhi cakrawala.” (HR. Bukhori)

Dusta merupakan mata rantai dosa yang ujungnya adalah neraka. Tidaklah seseorang berdusta kecuali akan menyeretnya kepada kejahatan dan dosa setelahnya. Dan itulah buah dari dosa; tidak lain akan melahirkan dosa setelahnya.

Baca Artikel Lainnya!

Rosululloh Sholallohu ‘alaihi Wassalam bersabda, “Sesungguhnya kejujuran itu membawa kepada kebaikan dan kebaikan itu membawa ke surga. Seseorang selalu bertindak jujur sehingga ia ditulis di sisi Alloh sebagai orang yang sangat jujur. Dan sesungguhnya dusta itu membawa kepada kejahatan dan kejahatan itu membawa ke neraka. Seseorang selalu berdusta sehingga ia ditulis di sisi Alloh sebagai pendusta.” (HR. Bukhori dan Muslim) (Dosa Dusta)

Orang yang gemar berdusta dicatat di sisi Alloh Ta’ala sebagai pendusta. Alangkah buruknya para pendusta itu. Selain di dunia ia dicap sebagai pembohong yang ditolak perkataan dan persaksiannya, di akhirat Alloh Ta’ala pun mencatat dia sebagai tukang dusta. Rosululloh Sholallohu ‘alaihi Wassalam bersabda, “Seseorang akan selalu berdusta sehingga ia ditulis di sisi Alloh sebagai pendusta.” (HR. Bukhori dan Muslim)

Dusta merupakan perbuatan orang munafik yang seyogyanya dijauhkan oleh setiap muslim. Rosululloh Sholallohu ‘alaihi Wassalam bersabda,

آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ

“Tanda-tanda orang munafik itu ada tiga. Jika berbicara maka ia berdusta, dan jika berjanji maka dia mengingkari, dan apabila dipercaya maka ia berkhianat.” (HR. Bukhori) (Dosa Dusta)

Dusta juga disebut sebagai pokok pangkal keburukan. Imam al-Mawardi dalam kitabnya, Adabu ad dunya wa ad diin berkata, “Adapun dusta adalah pokok pangkal segala kejelekan, merupakan asal dari sifat tercela karena begitu jelek akibatnya, serta buruk hasilnya. Karena hal itu melahirkan adu domba. Dan adu domba melahirkan kebencian, dan kebencian akan berubah menjadi permusuhan. Dan tidak ada dalam permusuhan tersebut rasa aman dan tenang. Oleh karena itu dikatakan, ‘Barang siapa sedikit jujurnya, maka sedikit pula teman gaulnya’.”

Imam Hasan al-Basri juga berkata, “Dusta itu pokok pangkal dari kenifakan.”

Dusta atas nama Alloh dan Rosul-Nya, contohnya seperti seseorang yang berfatwa dalam agama tanpa ilmu. Dan kemudian mengatakan yang halal adalah haram dan yang haram menjadi halal. Mereka tersesat kemudian menyesatkan, sebagaimana firman Alloh, “Dan janganlah kamu mengatakan apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta, “ini halal dan ini haram”, untuk mengadakan kedustaan terhadap Alloh. Sesungguhnya orang yang mengada-adakan kedustaan terhadap Alloh tiadalah beruntung.” (QS. an-Nahl [16]: 116)

Berdusta dalam jual beli dan perdagangan. Demi meraih keuntungan seorang pedagang rela berdusta untuk melariskan barang dagangannya. Memang semakin hari semakin maju dunia bisnis dan perdagangan. Di sisi lain semakin banyak pula kedustaan dalam masalah jual beli dan perdagangan. Rosululloh Sholallohu ‘alaihi Wassalam bersabda,

الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا – أَوْ قَالَ حَتَّى يَتَفَرَّقَا – فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِى بَيْعِهِمَا ، وَإِنْ كَتَمَا وَكَذَبَا مُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا

“Kedua orang penjual dan pembeli masing-masing memiliki hak pilih (khiyar) selama keduanya belum berpisah. Bila keduanya berlaku jujur dan saling terus terang, maka keduanya akan memperoleh keberkahan dalam transaksi tersebut. Sebaliknya, bila mereka berlaku dusta dan saling menutup-nutupi, niscaya akan hilanglah keberkahan bagi mereka pada transaksi itu.” (HR. Bukhori dan Muslim).

Berdusta membuat orang tertawa. Rosululloh Sholallohu ‘alaihi Wassalam bersabda, “Celaka bagi orang yang berbicara tetapi ia berdusta, agar menjadikan orang-orang (yang mendengarnya) tertawa karenanya. Celaka baginya, kemudian celaka baginya.” (HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi dan an-Nasa’i)

Berdusta dan menyembunyikan kebenaran. Alloh berfirman, “Orang-orang (Yahudi dan Nashroni) yang telah kami beri al-Kitab (Taurot dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui.” (QS. al-Baqoroh [2]: 146) (Dosa Dusta)

Dijelaskan oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya, bahwa para ulama kaum Yahudi dan Nashroni mengetahui kebenaran Islam yang dibawa oleh Rosululloh Sholallohu ‘alaihi Wassalam sebagaimana mereka mengetahui anak mereka sendiri. Artinya mereka mengetahui kebenaran tersebut sebagaimana pengetahuan mereka terhadap anak kandung mereka sendiri yang tak mungkin salah dengan anak orang lain. Namun, disebabkan karena kekufuran mereka, merekapun berdusta dan mengingkari apa yang dibawa Rosululloh Sholallohu ‘alaihi Wassalam.

Dusta kepada anak-anak. Abdulloh bin ‘Amir berkata, “Suatu hari ibuku memanggilku dan waktu itu Rosululloh Sholallohu ‘alaihi Wassalam sedang duduk di rumah kami. Ibuku berkata, “Kesinilah nak, ibu kasih sesuatu!” Maka Rosululloh berkata pada ibuku, “Apa yang ingin engkau berikan pada anakmu?” Ibuku menjawab, “Kurma.” Kemudian Rosululloh Sholallohu ‘alaihi Wassalam bersabda, “Adapun seandainya engkau tidak memberikan sesuatu pada anakmu maka dicatat hal tersebut sebagai suatu kebohongan.” (HR. Abu Dawud)

Dibolehkannya dusta dalam beberapa situasi karena maslahah atau kebaikan dan menjauhkan dari keburukan. Dari Ummu Kultsum binti ‘Uqbah bin Abi Mu’aith-dia termasuk wanita yang berhijrah yang pertama-tama berbai’at dengan Nabi – mengatakan bahwa dia mendengar Rosululloh Sholallohu ‘alaihi Wassalam bersabda, “Tidak termasuk pendusta orang yang mendamaikan dua orang yang berselisih, dia mengatakan yang baik lalu dia menumbuhkan kebaikan.” (HR. Bukhori dan Muslim)

Ibnu Syihab berkata, “Aku tidak pernah mendengar Rosululloh Sholallohu ‘alaihi Wassalam membolehkan orang berdusta, melainkan dalam tiga hal; dalam perang, dalam mendamaikan dua orang yang berselisih, dan pembicaraan berita suami kepada istrinya.” (HR. Bukhori dan Muslim)

Dukung Program Huda Cendekia, Sedekah Santri Penghafal Qur’an

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Kategori
WhatsApp chat

Assalamualaikum,..

Sahabat shalih/shaliha bantu para santri untuk bisa menghafal al-Qur’an yuk, dengan bersedekah di program

Beasiswa untuk Santri Penghafal Al-Qur'an

× How can I help you?