Tag: zakat perdagangan

  • Pembahasan Fiqih Zakat Perdagangan dan Perhitungan Kasusnya

    Pembahasan Fiqih Zakat Perdagangan dan Perhitungan Kasusnya

    Diantara harta yang harus dizakati adalah harta perdagangan, maka dalam tulisan ini kami akan paparkan beberapa hukum seputar zakat perdagangan.

    Definisi Zakat Perdagangan

    Barang dagangan – yang dimaksudkan dalam pembahasan Definisi Zakat Perdagangan ini – atau ‘urudhut tijarah adalah sesuatu yang disiapkan oleh seorang muslim untuk diperdagangkan dari jenis apapun selain emas dan perak untuk mencari keuntungan

    Syarat Zakat Perdagangan

    1. Proses kepemilikan harus dengan jalan perbuatannya sendiri dengan cara yang mubah misalnya jual beli, sewa menyewa, atau menerima hadiah. Warisan tidak masuk kategori karena prosesnya tanpa usahanya.
    2. Barang tersebut bukan termasuk harta yang pada asalnya wajib dizakati, seperti hewan ternak, emas dan perak.
    3. Nilainya mencapai nishab
    4. Barang tersebut sejak awal dibeli memang diniatkan untuk diperdagangkan.
    5. Mencapai haul (melalui masa tahun hijriah) sejak mencapai nishab.

    Nishab dan Perhitungan Zakatnya

    Harta perdagangan diperkirakan nilainya dengan menggunakan standar emas atau perak sesuai kemaslahatan fakir miskin penduduk setempat, jika tempat tinggalnya lebih dominan orang fakir miskin maka ulama menyarankan menggunakan standar perak.

    Bila nilai harta perdagangan sudah mencapai nishab (yaitu dengan nishab emas 85 gram atau perak 595 gram) maka wajib mengeluarkan zakat sebesar 2,5% atau 1/40.

    Perhitungannya adalah:

    Zakat = (Nilai Barang + Uang yang Ada + Piutang yang Diharapkan Dibayar) utang jatuh tempo

    Keterangan:

    • Zakat: perhitungan zakat barang dagangan
    • Nilai barang dagangan: nilai barang dagangan (dengan harga saat jatuh tempo bukan harga saat beli)
    • Uang yang ada: uang dagangan yang ada
    • Piutang yang diharapkan: piutang atau harta kita di orang lain dan diharapkan pelunasannya
    • Utang jatuh tempo: utang yang harus dibayar ditahun ia mengeluarkan zakat bukan seluruh utang pedagang

    Contoh Kasus dan Perhitungannya:

    Kasus Pertama

    Seorang pedagang menilai barang dagangan di akhir haul dengan jumlah total Rp. 100.000.000, dan uang tunai (laba bersih) sebesar Rp. 25.000.000. Sementara ia memiliki hutang sebesar 50.000.000 dan juga memiliki piutang (harta di orang lain) sebesar 10.000.000

    • Maka modal (barang dagangan dengan nilai saat haul) dikurangi hutang: Rp. 100.000.000 – Rp. 50.000.000 = Rp. 50.000.000
    • Jumlah harta zakat : Modal barang setelah dipotong hutang Rp. 50.000.000 + piutang Rp. 10.000.000 + uang yang ada Rp. 25.000.0000 = Rp. 85.000.000

    Zakat yang harus dikeluarkan adalah Rp. 85.000.000 × 25%= Rp. 2. 125.000

    Kasus Kedua

    Pak Muhammad mulai membuka toko dengan modal Rp. 100.000.000 pada bulan Muharram 1432 H. Pada bulan Muharram 1433 H perincian zakat barang dagangan pak Muhammad adalah sebagai berikut:

    Diketahui:

    • Nilai barang dagangan=40.000.000
    • Uang yang ada=10.000.000
    • Piutang=10.000.000
    • Utang= 20.000.000 (yang jatuh tempo tahun 1433)

    Maka Perhitungan zakatnya adalah sebagai berikut:

    Zakat = (Rp. 40.000.000 + Rp. 10.000.000 + Rp. 10.000.000) – utang Rp. 20.000.000 × 2,5%

    Zakat yang harus dikelurkan yaitu 40.000.000×2,5%= Rp. 1.000.000

    Dikutip dari Tulisan Ust. Abul Fata Miftah Murod, Lc  pada situs pribadinya inilahfikih.com. Beliau merupakan Ustadz lulusan Lipia yang saat ini berkecimpung dalam bidang dakwah. Artikel ini  dilakukan penyempurnaan pada tataletak dan font  dari artikel aslinya.  Untuk artikel tentang Fiqih zakat Mal pada artikel yang sama, In syaa Alloh akan di muat pada artikel berkutnya.

    Referensi Asli:

    1. Shahih Fikih Sunnah karya Syaikh Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim
    2. Fikih Muyassar oleh kumpulan ulama Saudi Arabia
    3. Zakat dan cara praktis menghitungnya karya Abu Muhammad Ibnu Shalih bin Hasbullah
    4. Panduan mudah tentang zakat karya Muhammad Abduh Tausikal
WhatsApp chat