PENGERTIAN AL-‘AFWU, MEMAAFKAN

Bagikan :

Pengertian Al-‘Afwu, Memaafkan

DEFINISI

Al-‘Afwu adalah menahan diri dari perbuatan yang menimbulkan mudharat bagi orang lain, padahal ia mampu melakukannya. Jika seseorang sebenarnya berhak memberikan balasan atas suatu kesalahan orang lain lalu ia membiarkannya maka hal itu disebut al- ‘afwu, arti kata yang lebih mendalam dari memaafkan.

Imam Gazali mengatakan, “Al- ‘Afuww adalah salah satu dari sifat-sifat Alloh; artinya Zat yang menghapus kesalahan-kesalahan dan memaafkan maksiat-maksiat. Kata tersebut hampir sama dengan kata al-Gofur, namun lebih tinggi tingkatannya karena al-gufran memberikan arti menutupi, sementara al- ‘afwu memberikan arti menghapus. Menghapus lebih tinggi tingkatannya daripada sekadar menutupi.

Hal tersebut bagi manusia tidak samar lagi, yaitu Alloh mengampuni setiap hamba yang menzaliminya, bahkan berbuat baik terhadapnya. Alloh berbuat baik di dunia kepada orang-orang yang maksiat dan kafir dengan tidak mempercepat sanksi atas mereka. Bahkan Alloh terkadang memaafkan mereka dengan menerima tobat mereka. Jika Alloh menerima tobat mereka, Dia akan menghapus dosa-dosa mereka karena orang yang bertobat dari dosa adalah seperti orang yang tidak memiliki dosa. Hal itu adalah puncak ampunan atas suatu dosa.”

PINTU SALING MENCINTAI

Memaafkan adalah pintu terbesar menuju terciptanya rasa saling mencintai di antara sesama manusia. Alloh Ta’ala berfirman, “Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, sehingga orang yang ada rasa permusuhan antara kamu dan dia akan seperti teman yang setia. Dan (sifat-sifat yang baik itu) tidak akan dianugerahkan kecuali kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan kecuali kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar.” (QS. Fushshilat [41]: 34—35)

Jika seseorang mencerca kita, sebaiknya kita membalasnya dengan memberi maaf dan perkataan yang baik. Jika seseorang berbuat jahat kepada kita, seyogyanya kita membalas dengan berbuat baik kepadanya. Alloh akan selalu memberikan pertolongan kepada kita selama kita memiliki sifat memaafkan dan kebaikan.

Orang yang membalas secara setimpal atas perlakuan zalim kepadanya bukanlah termasuk orang yang berbuat zalim. Pembalasan yang dilakukannya benar apabila tidak melewati batas. la berada dalam kebenaran.

Alloh ﷻ berfirman, “Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang setimpal, tetapi barangsiapa memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang berbuat jahat) maka pahalanya dari Alloh.(QS. asy-Syuro [42]: 40)

Imam Qurthubi menafsirkan ayat tersebut dengan mengatakan bahwa para ulama berkata, “Alloh membagi orang mukmin menjadi dua golongan. Golongan yang pertama adalah golongan yang memaafkan orang yang menzalimi mereka. Alloh menyebutkan sifat mereka, ‘…dan apabila mereka marah segera memberi maaf.’ (QS. asy-Syuro [42]: 37) Golongan yang kedua adalah golongan yang membalas orang yang menzalimi mereka. Alloh menjelaskan batas pembalasan mereka, ‘Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang setimpal. … ‘ (QS. asy-Syuro [42]: 40)

Golongan yang kedua ini membalas orang-orang yang menzalimi mereka dengan balasan yang tidak melebihi batas.

KARAKTERISTIK ORANG BERTAKWA

Alloh ﷻ berfirman, “(Yaitu) orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang- orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Alloh mencintai orang yang berbuat kebaikan.” (Ali ‘Imran [3]: 134)

Al-Hafizh Ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat di atas mengatakan, “Alloh Ta’ala menyebutkan sifat ahli surga. Dia berfirman, ‘(Yaitu) orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit….’ (Ali ‘Imran [3]: 134)

Maksud dari ayat itu adalah mereka berinfak ketika susah, senang, giat, malas, sehat, sakit, dan pada semua keadaan. Pendek kata, mereka tidak disibukkan oleh apa pun untuk taat kepada Alloh, berinfak pada segala keadaan, dan berbuat baik terhadap kerabat, serta selain kerabat dengan bermacam-macam kebaikan. Firman Alloh,

‘…dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain…. ‘ (Ali ‘Imran [3]: 134) bermakna bahwa jika amarah membara di dalam hati mereka, mereka berusaha untuk memadamkannya dan memaafkan orang yang bersalah terhadap mereka.

MEMAAFKAN ADALAH POKOK KEBAIKAN

Alloh ﷻ berfirman, “Jika kamu menyatakan sesuatu kebajikan, menyembunyikannya atau memaafkan sesuatu kesalahan (orang lain), maka sungguh, Alloh Maha Pemaaf, Mahakuasa.” (QS. an-Nisa [4]: 149)

Imam Fakhrurrazi menafsirkan ayat tersebut dengan berkata, “Ketahuilah bahwa sesungguhnya pokok-pokok kebaikan meskipun kebaikan itu banyak sekali macam-macamnya—ada dua, yaitu (1) jujur dengan kebenaran dan (2) berakhlak (yang baik) terhadap makhluk. Pokok yang berkaitan dengan makhluk terbagi menjadi dua macam, yaitu memberikan manfaat kepada mereka dan menolak mudarat atas mereka.

Firman Alloh, ‘Jika kamu menyatakan sesuatu kebajikan, menyembunyikannya…,’ (an- Nisa [4]: 149) mengisyaratkan tentang memberikan manfaat kepada makhluk. Adapun firman Alloh, “atau memaafkan sesuatu kesalahan (orang lain).’ (an-Nisa [4]: 149) mengisyaratkan tentang menolak mudarat atas makhluk. Dengan demikiann, dua kalimat tersebut mencakup segala macam kebajikan.”

MEMAAFKAN TELADAN ROSULULLOH

Rosululloh ﷺ memerintahkan umatnya untuk memaafkan. Hal ini sebagaimana hadits dari Abdullah bin Amar bin Ash Rodiyallohu’anhu meriwayatkan bahwa ﷺ “Hendaklah kalian saling memaafkan kesalahan di antara kalian karena hukum hadd (sanksi atas suatu kesalahan) wajib ditegakkan setelah sampai kepadaku.” (HR. Abu Dawud dan Nasai, hadits sahih)

Abdullah bin Umar Rodiyallohu’anhu berkata, “Salah seorang datang kepada Rosululloh ﷺ dan berkata, ‘Wahai Rosululloh ﷺ, berapa kali kita memaafkan pembantu?’ Rosululloh ﷺ tidak menjawab. Orang itu mengulangi pertanyaannya. Namun, beliau tetap diam. Setelah ketiga kalinya ia bertanya, Rosululloh ﷺ menjawab, ‘Maafkanlah dia tujuh puluh kali setiap hari. (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi; hadits sahih)

Rosululloh memaafkan perempuan Yahudi yang meracuninya melalui daging kambing. Hal ini dapat dilihat dalam hadits dari Anas Rodiyallohu’anhu meriwayatkan bahwa seorang perempuan Yahudi mendatangi Rosululloh dengan membawa kambing (yang telah diberi racun). Beliau pun memakan kambing itu. Setelah terungkap, perempuan tersebut dibawa kepada Rosululloh . Beliau bertanya kepadanya, kenapa ia melakukannya?’ Perempuan itu berkata, “Aku ingin membunuhmu.’ Beliau bersabda, ‘Alloh tidak akan memberikan kemampuan kepadamu atasku.”‘

Anas Rodiyallohu’anhu berkata, “Para sahabat berkata, ‘Biarkan kami membunuhnya! ‘ Beliau bersabda, ‘Jangan.”‘ Anas menambahkan, ‘Aku melihat sisa racun itu di langit-langit mulut Rosululloh.”‘ (HR. Bukhori dan Muslim)

Demikian halnya Rosululloh juga memaafkan laki-laki Badui yang kencing di Masjid. Kita lihat hadits dari Abu Hurairah Rodiyallohu’anhu, beliau berkata, “Seorang badui kencing di masjid. Hal ini membuat orang-orang geram terhadapnya. Akan tetapi, Nabi bersabda kepada mereka, ‘Biarkanlah dia dan siramkanlah setimba air kepada air kencingnya karena sesungguhnya kalian diutus untuk mempermudah dan tidak diutus untuk mempersulit. “‘ (HR. Muslim)

Ikut Partisipasi Mendukung Program, Salurkan Donasi Anda di Sini!

www.hudacendekia.or.id

Kategori
WhatsApp chat

Assalamualaikum,..

Sahabat shalih/shaliha bantu para santri untuk bisa menghafal al-Qur’an yuk, dengan bersedekah di program

Beasiswa untuk Santri Penghafal Al-Qur'an