Manusia tidak pernah tahu apa yang akan menimpanya di kehidupan selanjutnya. Apakah merasa bahagia, mendapat musibah dan sedikit kesulitan. Manusia sering menyalahkan keadaan, orang lain, dan diri sendiri bahkan menyalahkan kuasa Allah.
وَعَسَىٰ أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
Artinya : “Dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”. (QS. Al-Baqarah : 216).
Dalam kehidupan sering kali kita merasa kecewa, marah, atau sedih karena hal-hal tidak berubah seperti yang kita harapkan. Dan itu terjadi karena kita terlalu banyak berharap bukan pada tempatnya. Kita lupa dan tidak percaya bahwa apa pun yang ada di dunia ini adalah cara Allah menegur rasa syukur kita. Bahkan Allah telah menjanjikan akan mengantikan sesuatu dengan sepadan atau dengan yang lebih baik lagi. Allah pula telah membuat rencana terbaik bagi manusia. Hal apapun dapat terjadi karenanya mempersiapkan diri untuk menghadapi sesuatu yang bisa terjadi itu jauh lebih baik.
Ingatkah kita sebuah kisah tentang seorang Nabi yang rupawan lagi menawan ialah Nabi Yusuf, dia rupawan bukan karena permintaan, dia mendapat visi dalam mimpi bukan karena kemauannya, tapi dia diuji sebab itu semua hasad saudaranya, dia dicoba dibunuh, namun berakhir dengan dimasukkan dalam sumur, ditinggalkan untuk ditemukan musafir dan dijual dengan harga murah. Kembali dapatkan fitnah wanita sebab rupa yang begitu indah, dan ujian baju robek di depan dan belakang, dan tetap saja dipenjara setelahnya ia memilih tetap dipenjara daripada menuruti nafsunya, atau membalas dengan hal yang tak pantas. Betul godaan untuk berbuat yang serupa sangat menarik. Menggiurkan sebab nafsu dan syaitan bersamanya, hanya saja bukan itu akhlak yang diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sampai beberapa waktu Allah selamatkan Yusuf dengan cara-Nya tersebab anugerah yang telah Allah berikan, Ia mengetahui mimpi Raja dan diamanahkan sebagai panitianya, jadilah dia terpandang setelah semua itu. Dan ini yang paling sulit, memaafkan saudaranya yang datang kepadanya, walau mereka tak menyadari itu adalah Yusuf.
Keikhlasan untuk menerima saudaranya padahal bisa saja Yusuf mengeluarkan kata-kata pedas, atau bahkan siksaan yang lebih berat. Namun akhlak mereka yang sudah berada di jalan Allah memang beda “Hari ini tak ada cercaan terhadapmu, mudah-mudahan Allah mengampuni, dan Dia adalah Maha Penyayang di antara para penyayang.” Indah sekali kalimat Yusuf.
Cara Allah memuliakan HambaNya memang indah, hanya saja keindahan ini tak diperoleh dengan cara biasa. Walau kita mungkin tak serupawan Yusuf, ujian tetap ada. Maka berteguhlah dalam ketaatan, karena akhirnya pastilah kebaikan. .
Sebaik-baik manusia, tidak ada yang benar-benar memahami kita, paham apa yang terbaik untuk kita karena hanya Allah yang tahu betul apa yang terbaik untuk kita, paham perasaan kita, kebutuhan hati kita. Semua yang terjadi pada manusia, seberat apapun masalah yang dirasakan, ia hanya perlu bersabar. Allah dengan cara-Nya sendiri tidak akan membiarkan manusia tersandung lalu jatuh. Jika manusia jatuh itu atas kemauannya sendiri. Tapi jika ia sigap menahan dengan kaki yang satu lagi, dengan begitu ia tidak akan jatuh. Justru ia akan mengerti bahwa dijalan itu ada lobangnya. Jadi ia akan hati-hati untuk selanjutnya. Jadi khawatir bukan untuk masalah itu, tapi khawatir apakah hatinya bisa terbuka untuk mengambil hikmah atas masalah yang ada. Karena kedewasaan dan pembelajaran itu sendiri membutuhkan proses, proses itu adalah waktu dan kapan waktu terbaik itu ditakdirkan Allah untuk kita. Semakin terbuka hati kita menerima, akan semakin banyak kita mengerti, semakin cepat kita pahami, dan semakin ringan masalah itu terlewati.
وَلَا نُكَلِّفُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا ۖ وَلَدَيْنَا كِتَابٌ يَنْطِقُ بِالْحَقِّ ۚ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ
“Kami tiada membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya dan pada sisi Kami ada suatu Kitab yang membicarakan kebenaran dan mereka tidak dianiaya.” (QS. Al- Mu’minun : 62).
Sumber dari: https://wahdah.or.id