Di tengah dunia yang serba cepat dan bising seperti hari ini, banyak orang mencari ketenangan dan kebenaran. Namun, tidak semua orang bisa menerima nasihat keras atau ceramah panjang. Kadang, satu senyum tulus atau perlakuan baik lebih membekas daripada seribu kata. Di sinilah letak kekuatan dakwah bil hal, dakwah dengan akhlak. Dakwah yang tidak hanya disampaikan lewat lisan, tetapi dipraktikkan lewat perilaku sehari-hari, sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah ﷺ.
Rasulullah ﷺ bukan hanya penyampai wahyu, tetapi juga teladan akhlak yang sempurna. Allah sendiri memuji beliau dalam firman-Nya:
وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍ
“Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung.”
(QS. Al-Qalam: 4)
Ayat ini menjadi bukti bahwa kekuatan dakwah Rasulullah ﷺ tidak hanya terletak pada wahyu yang beliau sampaikan, tetapi juga pada karakter beliau yang lembut, jujur, dan penuh kasih. Masyarakat Quraisy yang awalnya keras menentang Islam pun perlahan luluh karena akhlak beliau yang menawan.
Bayangkan, di tengah permusuhan yang begitu besar, Rasulullah ﷺ tetap memaafkan musuh-musuhnya ketika berhasil menaklukkan Makkah. Beliau berkata kepada mereka yang dulu menyiksanya:
اذْهَبُوا فَأَنْتُمُ الطُّلَقَاءُ
“Pergilah kalian, kalian semua bebas.”
Tidak ada dendam, tidak ada amarah, hanya kasih dan pengampunan. Inilah puncak akhlak seorang dai sejati.
Rasulullah ﷺ juga mengajarkan bahwa dakwah bukan hanya berbicara di mimbar, tetapi bagaimana seseorang menampilkan Islam dalam setiap aspek kehidupannya. Dalam hadis disebutkan:
إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الأَخْلاَقِ
“Sesungguhnya aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”
(HR. Ahmad)
Hadis ini menegaskan bahwa inti dari ajaran Islam adalah akhlak. Dakwah yang paling efektif bukanlah yang paling keras suaranya, tetapi yang paling lembut hatinya.
Dalam kehidupan modern, dakwah lewat akhlak bisa diwujudkan dalam banyak cara. Seorang pegawai yang jujur, guru yang sabar, pedagang yang tidak menipu, atau relawan yang membantu tanpa pamrih, semuanya adalah bentuk dakwah. Ketika seseorang melihat kebaikan kita dan terinspirasi untuk menjadi lebih baik, saat itulah kita sedang berdakwah, meski tanpa berkata-kata.
Kita sering lupa bahwa akhlak yang baik bukan hanya tentang hubungan dengan manusia (hablun minannas), tetapi juga dengan Allah (hablun minallah). Ketika seseorang menjaga salatnya, menahan amarahnya, dan tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, ia sedang menanamkan nilai-nilai Islam yang hidup dan menghidupkan.
Dunia hari ini membutuhkan lebih banyak contoh nyata daripada teori. Rasulullah ﷺ tidak memaksa orang masuk Islam dengan ancaman, tetapi dengan keteladanan. Beliau sabar terhadap orang yang menghina, lembut kepada yang keras kepala, dan peduli pada yang lemah. Bahkan terhadap hewan pun beliau menunjukkan kasih sayang. Itulah mengapa Islam menyebar ke berbagai negeri bukan karena pedang, tetapi karena akhlak para pembawanya.
Dakwah sejati tidak selalu membutuhkan mimbar tinggi. Kadang, cukup dengan satu kebaikan kecil menolong tetangga, memberi makan orang lapar, atau menyapa dengan senyum. Rasulullah ﷺ bersabda:
تَبَسُّمُكَ فِي وَجْهِ أَخِيكَ لَكَ صَدَقَةٌ
“Senyummu kepada saudaramu adalah sedekah.”
(HR. Tirmidzi)
Begitulah indahnya Islam. Dakwah bukan beban, tapi jalan cinta, cinta kepada Allah, kepada manusia, dan kepada kehidupan. Bila setiap Muslim berakhlak seperti Rasulullah ﷺ, maka Islam akan bersinar tanpa perlu banyak bicara.
Meneladani beliau berarti berusaha menjadikan setiap langkah, ucapan, dan tindakan kita sebagai cerminan kasih sayang dan kebijaksanaan. Karena sejatinya, akhlak adalah wajah sejati dari dakwah. Dan siapa yang menanamkan akhlak Rasulullah ﷺ dalam dirinya, dialah yang sesungguhnya sedang membawa cahaya Islam ke mana pun ia pergi.