Makna Tawakal
Ibnu Rojab mengatakan bahwa tawakal adalah menyandarkan hati kepada Alloh ketika mencari maslahat atau menghadiri mudhorat dalam perkara duniawi dan ukhrawi. Mukmin yang bertawakal akan menyerahkan urusannya kepada Alloh Ta’ala dan mewujudkan keimanannya dengan meyakini bahwa hanya Alloh yang mampu memberi atau tidak memberi sesuatu, mendatangkan manfaat atau mara bahaya.
Tawakkal adalah jalan terindah dan teragung bagi para hamba pilihan. Alloh memerintahkan Nabi Muhamad Sholallohu ‘alaihi Wassalam untuk bertawakal. Alloh dan Rosul-Nya memerintahkan orang yang beriman untuk memiliki akhlak mulia ini.
Alloh berfirman, “Alloh menulis siasat yang mereka atur di malam hari itu, maka berpalinglah kamu dari mereka dan tawakallah kepada Alloh. Cukuplah Alloh menjadi Pelindung.” (QS. an-Nisa’ [4]: 81)
Alloh Ta’ala berfirman, “Dan bertawakallah kepada Alloh yang hidup (kekal) Yang tidak mati, dan bertasbihlah dengan memuji-Nya. Dan cukuplah Dia Maha Mengetahui dosa-dosa hamba-hamba-Nya.” (QS. al-Furqon [25]: 58)
Alloh Ta’ala, “Sebab itu bertakwalah kepada Alloh, sesungguhnya kamu berada di atas kebenaran yang nyata.” (QS. an-Naml [27]: 79)
Nabi Muhammad Sholallohu ‘alaihi Wassalam mengajarkan umatnya untuk bertawakal kepada Alloh Ta’ala. Beliau Sholallohu ‘alaihi Wassalam bersabda: “Jika kalian bertawakal kepada Alloh dengan sebenar-benar tawakal, Dia akan memberikan rezeki kepada kalian seperti Dia memberikannya kepada burung yang pergi pagi-pagi sekali dengan keadaan lapar dan kembali dalam keadaan kenyang.” (HR. Tirmidzi dengan sanad hasan)
Dalam riwayat yang lain disebutkan bahwa seorang laki-laki datang kepada Nabi Sholallohu ‘alaihi Wassalam dengan membawa untanya. Laki-laki itu bertanya, “Wahai Rosululloh, apakah aku harus mengikat unta ini lalu bertawakal ataukah cukup kubiarkan saja tanpa diikat lalu aku bertawakal kepada Alloh?” Rosululloh bersabda, “Ikatlah unta itu, baru kamu bertawakal kepada Alloh.” (HR. Tirmidzi dengan sanad hasan)
Penopang Para Nabi
Alloh Ta’ala memberitahu kepada para nabi dan Rosul-Nya bahwa tawakal adalah tempat bertopang dan bersandar mereka. Karena itu Alloh memerintahkan kepada mereka untuk bertawakal kepada-Nya.
Alloh Ta’ala berfirman, ‘Berkata Musa: “Wahai kaumku, jika kamu beriman kepada Alloh, maka bertawakallah kepada-Nya saja, jika kamu benar-benar orang yang berserah diri”
Lalu mereka berkata: “Kepada Allohlah kami bertawakkal! Ya Tuhan kami; janganlah Engkau jadikan kami sasaran fitnah bagi kaum yang zalim.’ (QS. Yunus [10]: 84-85)
Sebaik-baik teladan dalam bertawakkal adalah para nabi dan rosul. Ketawakalan mereka kepada Alloh membuat mereka teguh dan melawan sekuat tenaga dalam menghadapi ancaman dan gangguan dari kaumnya.
Alloh Ta’ala berfirman, “Rosul-rosul mereka berkata kepada mereka: “Kami tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, akan tetapi Alloh memberi karunia kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya. Dan tidak patut bagi kami mendatangkan suatu bukti kepada kamu melainkan dengan izin Alloh. Dan hanya kepada Alloh sajalah hendaknya orang-orang mukmin bertawakal. Mengapa kami tidak akan bertawakal kepada Alloh padahal Dia telah menunjukkan jalan kepada kami, dan kami sungguh-sungguh akan bersabar terhadap gangguan-gangguan yang kamu lakukan kepada kami. Dan hanya kepada Alloh saja orang-orang yang bertawakal itu, berserah diri.” (QS. Ibrohim [14]: 11–12)
Ketawakalan Para Nabi
Di dalam Shohih Bukhori disebutkan bahwa Ibnu Abbas meriwayatkan, “Doa hasbunallhu wa ni’mal wakil (cukuplah Alloh menjadi penolong bagi kami dan Dia sebaik-baik pelindung) dikatakan oleh Ibrahim ‘alaihissalam ketika dia dilemparkan ke dalam api. Kalimat ini juga dikatakan oleh Nabi Muhamad Sholallohu ‘alaihi Wassalam ketika mereka berkata, “(Yaitu) orang-orang (yang mentaati Alloh dan Rosul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan: “Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka”, maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab: “Cukuplah Alloh menjadi Penolong kami dan Alloh adalah sebaik-baik Pelindung“. (QS. Ali Imran [3]: 173)
(HR. Bukhori)
Nabi Nuh ‘alaihissalam teladan kesempurnaan tawakal. Nabi Nuh ‘alaihissalam mengerjakan perintah Alloh untuk membuat perahu besar di atas gunung yang jauh dari laut. Nabi Nuh ‘alaihissalam meyakini bahwa selama mengikuti jalan-Nya, pertolongan Alloh pasti akan datang. Nabi Nuh mematuhi perintah untuk membuat kapal, meskipun tidak mengetahui untuk membuat perahu sedikitpun. Alloh Ta’ala berfirman, “Dan buatlah kapal dengan pengawasan dan petunjuk dari kami.”. (QS. Hud [11]: 37)
Nabi Nuh melaksanakan perintah Alloh dengan ketawakalan yang luar biasa. Karena itu, Alloh mengaruniakan kemenangan sebagai buah ketawakalannya. Kapal Nabi Nuh dengan selamat berlayar di atas gelombang air bah setinggi pegunungan atas seizin dan pertolongan dari Alloh. Hal ini sebagaimana dikisahkan dalam al-Quran Surat Hud ayat 41-44.
Meneladani ketawakalan Hajar. Ia adalah salah satu istri Nabi Ibrahim ‘alahissalam yang tingkat ketawakalannya kepada Alloh sangat tinggi. Kisah ketawakalan Hajar bermula dari perintah Alloh kepada Nabi Ibrahim ‘alaihissalam untuk membawa Hajar dan anaknya (Ismai) untuk ditinggal di Mekkah. Nabi Ibrahim ‘alaihissalam pun melaksanakan perintah Alloh dan meninggalkan mereka berdua di padang pasir yang sepi. Pada saat itu, belum ada seorangpun yang menetap di tanah tersebut. Nabi Ibrahim hanya meninggalkan untuk mereka makanan dan air ala kadarnya.
Untuk menguji Ibrahim Alloh memerintahkannya untuk membawa Ismail dan Hajar ke lembah Bakkah yang gersang. Sesampainya di sana ketiganya berhenti di bawah batu besar yang kini menjadi wilayah Masjidil Haram Mekkah, tepatnya kini di atas sumur air zam-zam. Ketika itu Mekkah belum berpenghuni dan di sana pun tidak ada mata air. Setelah beristirahat secukupnya dengan berat hati Ibrahim pergi meninggalkan anak dan isterinya di bawah batu besar di lembah Bakkah tersebut dengan perbekalan makanan dan air yang tersisa.
Melihat suaminya beranjak pergi tanpa berkata apapun, membuat Hajar bertanya-tanya. Sambil menggendong Ismail, dia mengikuti suaminya seraya berkata, “Wahai Ibrahim. Hendak pergi kemanakah engkau dan kenapa engkau meninggalkan kami di lembah yang tidak berpenghuni ini? Dia menanyakan itu berulang-ulang, tetapi Ibrahim terus berjalan tanpa menoleh sedikitpun. Kemudian Hajar bertanya lagi, ‘Apakah Alloh memerintahkanmu? Ibrahimpun membenarkannya. Hajar berkata lagi, ‘Jika benar Alloh memerintahkanmu, tentu Alloh tidak akan menyia-nyiakan kami?’
Kesempurnaan tawakal Ibunda Musa ‘alaihissalam. Kisah tentang kepercayaan penuh ibunda Musa kepada Alloh adalah contoh sempurna keyakinan dan ketawkalan seorang hamba kepada Alloh.
Alloh berfirman, “Dan kami ilhamkan kepada ibu Musa; “Susuilah dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati, karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para rosul.” (QS. Qoshoh [28]: 7)
Alloh telah mengilhamkan kepada ibunda Musa untuk menghanyutkan anaknya ke dalam sebuah peti di sungai Nil. Dengan kepercayaan penuh kepada perintah Alloh, ibunda Musa melaksanakan perintah tersebut. Peti yang ditempati Musa ‘alaihissalam terbawa arus sungai nil hingga sampai di keajaan Fir’aun.
Ibnu Qoyyim di dalam kitab Madarijus salikin mengatakan bahwa tindakan ibu Musa adalah bukti nyata keteguhan dan keyakinan kepada Alloh Ta’ala. Jika bukan karena keteguhan lagi keyakinannya, dia tidak mungkin menghanyutkan Musa di sungai Nil yang deras arusnya dan entah kemana akan membawa Musa pergi.
Ikut Partisipasi Mendukung Program, Salurkan Donasi Anda di Sini!