Hari: 11 September 2018

  • Keistimewaan Bulan Muharram

    Keistimewaan Bulan Muharram

    Apabila melakukan jihad melalui peperangan pada bulan muharram diharamkan oleh Allah Swt, berarti hal tersebut wajib untuk dijauhi. Awal mulanya Allah melarang berperang pada bulan muharram seperti halnya peperangan yang dilakukan sebelum agama Islam datang oleh para kaum kuraisy. Berikut ini penjelasan firman Allah Swt dan hadits mengenai bulan muharram :

    “Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya; dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” (Q.S. at Taubah :36)

    “Sesungguhnya zaman itu berputar sebagaimana bentuknya semula di waktu Allah menciptakan langit dan bumi. Setahun itu ada dua belas bulan diantaranya terdapat empat bulan yang dihormati : 3 bulan berturut-turut; Dzulqa’dah, Dzulhijjah dan Muharram serta satu bulan yang terpisah yaitu Rajab Mudhar, yang terdapat diantara bulan Jumada Akhiroh dan Sya’ban.” [ HR. Bukhari (3197) dan Muslim(1679) ]

    Pada artikel kali ini saya akan membahas mengenai keistimewaan bulan muharram yang akan diulas lebih dalam lagi, yuk kita simak bersama – sama penjelasannya sebagai berikut :

    1. Bulan Muharram Merupakan Bulan Allah

    “Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah puasa di bulan Allah (yaitu) Muharram. Sedangkan shalat yang paling utama setelah shalat fardhu adalah shalat malam”. [ H.R. Muslim (11630) dari sahabat Abu Hurairah radhiyallohu anhu]

    2. Bisa Melaksanakan Ibadah Puasa Sunah Asyura

    Hal ini dijelaskan dalam sabda Rasulullah yakni sebagai berikut :

    “Puasa yang paling mulia setelah puasa Ramadhan adalah (berpuasa) di bulan Allah, Muharam.” (HR. Muslim)

    Zaman dahulu Rasulullah Saw juga melaksanakannya dan menganjurkan umatnya untuk ikut melaksanakan ibadah yang beliau lakukan.

    ”Puasa ’Asyura akan menghapus dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim no. 1162)

    3. Bisa Melaksanakan Ibadah Puasa Sunah Tasu’a

    Dalam bulan Muharram terdapat anjuran mengenai pelaksanaan puasa sunah tasu’a pada hari kesembilan di bulan Muharram tersebut. Dahulu Ibnu Abbas pernah mengatakan kepada Rasulullah Saw berikut ini bisa anda simak :

    ”Ya Rasulullah! Sesungguhnya hari ini adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani.” 

    Selanjutnya Rasulullah Saw menjawab dan menjelaskan :

    “Apabila tahun depan insya Allah kita akan berpuasa dengan tanggal 9 (Muharram).”

    Kemudian Ibnu Abas berkata kembali kepada Rasulullah Saw seperti ini :

    “Belum sempat tahun depan tersebut datang, ternyata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggal.” (HR. Muslim no. 1134/2666)

    4. Bisa Melaksanakan Ibudah Puasa Sunah 11 Muharram

    Berdasarkan pendapat dan kesepakatan para ulama mengenai puasa tanggal 11 muharram diperbolehkan. Berikut ini hadits yang berkaitan dengan hal tersebut :

    “Berpuasalah kalian pada hari ‘Asyura’ dan selisihilah orang-orang Yahudi. Berpuasalah sebelumnya atau berpuasalah setelahnya satu hari.” (HR Ahmad no. 2153, Al-Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubra no. 8189)

    5. Bisa Melaksanakan Ibadah Puasa Sunah 10 Muharram

    Para ulama seperti Imam Asy Syafi’i , Imam Ahmad, Ishaq dan ulama lain pernah berkata bahwa dianjurkan untuk melaksanakan puasa sunah pada hari kesembilan dan juga hari kesepuluh, karena zaman dahulu Rasulullah Saw melaksanakan puasa pada hari kesepuluh dan juga berniat melaksanakan puasa juga pada hari kesembilan. (Syarh Muslim, 8: 12-13)

    6. Bulan Muharram Merupakan Bulan Yang Agung

    Bulan Muharram adalah syahrullah (Bulan Allah), bulan yang diagungkan dan dimuliakan di sisi Allah subhanahu wa ta’ala, dengan sudah mengetahui keistimewaan bulan haram ini (salah satunya Muharram) semoga kita semakin takut akan perbuatan-perbuatan maksiat.

    7. Baik Untuk Memperbanyak Sedekah

    “Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al Baqarah : 195)

    “Mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: “Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan. Dan apa saja kebaikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya.” (QS. Al Baqarah : 215)

    8. Baik Untuk Menyambung Silaturahmi 

    “Barang siapa yang menyambungku, maka Allah akan menyambungnya. Dan barang siapa yang memutusku, maka Allah akan memutus hubungan dengannya.”[Muttafaqun ‘alaihi]

    “Orang yang menyambung silaturahmi itu, bukanlah yang menyambung hubungan yang sudah terjalin, akan tetapi orang yang menyambung silaturahmi ialah orang yang menjalin kembali hubungan kekerabatan yang sudah terputus.” [Muttafaqun ‘alaihi]

    9. Baik Untuk Meningkatkan Ibadah Shalat Wajib dan Sunah

    “(yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, yang mendirikan sholat dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka.” (QS. Al Baqarah(2) : 3)

    “Dan dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk.” (QS. Al Baqarah(2) : 43)

    “Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) sholat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk,” (QS. Al Baqarah(2):45)

    10. Baik Untuk Menjenguk Orang Sakit

    Apabila seseorang menjenguk saudaranya Чαπƍ muslim (yang sedang sakit), maka (seakan-akan) dia berjalan sambil memetik buah-buahan Surga sehingga dia duduk, apabila sudah duduk maka diturunkan kepadanya rahmat dengan deras. Apabila menjenguknya di pagi hari maka tujuh puluh ribu malaikat mendo’akannya agar mendapat rahmat hingga waktu sore tiba. Apabila menjenguknya di sore hari, maka tujuh puluh ribu malaikat mendo’akannya agar diberi rahmat hingga waktu pagi tiba.” (HR. at-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Imam Ahmad dengan sanad shahih).

    11. Baik Untuk Berziarah Kepada Ulama

    Aku meminta izin kepada Rabb-ku untuk memintakan ampunan bagi ibuku, namun aku tidak diizinkan melakukannya. Maka aku pun meminta izin untuk menziarahi kuburnya, aku pun diizinkan. Berziarah-kuburlah, karena ia dapat mengingatkan engkau akan kematian.” (HR. Muslim no.108, 2/671)

    Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya).” (QS. At Taubah: 113)

    12. Baik Untuk Menambah Nafkah Terhadap Keluarga

    Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (QS. An Nisa: 34).

    13. Baik Untuk Menyantuni Anak Yatim

    “Siapa yang mengusapkan tangannya pada kepala anak yatim, di hari Asyuro’ (tanggal 10 Muharram), maka Allah akan mengangkat derajatnya, dengan setiap helai rambut yang diusap satu derajat.”

    “Saya dan orang yang menanggung hidup anak yatim seperti dua jari ini ketika di surga.” Beliau berisyarat dengan jari telunjuk dan jari tengah, dan beliau memisahkannya sedikit.” (HR. Bukhari no. 5304)

    14. Baik Untuk Membaca Al Quran Khususnya Surat Al Ikhlas Sebanyak 1000 Kali

    “Sesungguhnya seseorang mendengar orang lain membacanya dengan mengulang-ulangnya, maka tatkala pagi harinya, ia mendatangi Rasulullah n dan menceritakan hal itu kepadanya, dan seolah-olah orang itu menganggap remeh surat itu, maka bersabdalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Demi Dzat yang jiwaku berada di tanganNya, sesungguhnya surat itu sebanding dengan sepertiga al Qur`an.”  (HR al Bukhari, 4/1915 no. 4726)

    15. Baik Untuk Berpuasa Sunah Seperti Puasa Senin dan Kamis

    Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa menaruh pilihan berpuasa pada hari Senin dan Kamis.” (HR. An Nasai no. 2362 dan Ibnu Majah no. 1739)

    Berbagai amalan dihadapkan (pada Allah) pada hari Senin dan Kamis, maka aku suka jika amalanku dihadapkan sedangkan aku sedang berpuasa.” (HR. Tirmidzi no. 747)

    Dapat diambil kesimpulan bahwa artikel mengenai keistimewaan bulan muharram di atas yang diulas secara detail dan dikemas dengan menarik, diharapkan bisa membantu memudahkan dalam mempelajari serta memahaminya lebih dalam lagi.

    Sehingga nantinya mungkin bisa dijadikan sebagai bahan referensi yang bisa diterapkan dalam kehidupan sehari –hari dan menambah wawasan bagi anda. Sampai disini dulu ya artikel kali yang membahas mengenai keistimewaan bulan muharram. Semoga bisa bermanfaat bagi anda dan terima kasih sudah meluangkan sedikit waktu untuk membaca artikel saya ini.

    Sumber : dalamislam.com

  • 1 Muharam – Bolehkah berpuasa ?

    1 Muharam – Bolehkah berpuasa ?

    Berpuasa di awal tahun Islam atau 1 Muharram 1440 Hijriah jatuh pada Selasa, 11 September 2018 dilakukan sebagian umat Islam.

    Namun, ada yang masih ragu dengan dalil melaksanakan puasa pada 1 Muharram 1440 H nanti.

    Nah, bagaimana dalil melaksanakan puasa pada 1 Muharram?

    Bulan Muharram merupakan bulan pertama dalam kalender Hijriah. Datangnya bulan Muharram berarti bergantinya tahun Hijriah.

    Bulan Muharram diyakini sebagai bulan mulia dan menjadi waktu yang sangat baik untuk meningkatkan amal kebaikan diantaranya berpuasa pada 9 dan 10 Muharram.

    Namun, ada pula orang-orang yang berpuasa lebih awal yaitu pada 1 Muharram.

    Lantas apa hukum puasa 1 Muharram?

    Berikut ini penjelasan dari Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina KonsultasiSyariah.com), seperti dilansir tribun-timur.com dari laman konsultasisyariah.com.

    Dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

    أفضل الصيام بعد رمضان ، شهر الله المحرم

    “Sebaik-baik puasa setelah Ramadlan adalah puasa di bulan Allah, bulan Muharram.” (HR. Muslim 1163)

     

    Hadis ini merupakan dalil dianjurkannya memperbanyak puasa selama Muharam.

    An-Nawawi mengatakan,

     تصريح بأنه أفضل الشهور للصوم

    ”Hadis ini menegaskan bahwa Muharam adalah bulan yang paling utama untuk puasa.” (Syarh Shahih Muslim, 8/55).

    Kemudian, dari Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

    وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ، أَحْتَسِبُ عَلَى اللهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ

    ”Puasa hari Asyura, saya berharap kepada Allah, puasa ini menghapuskan (dosa) setahun yang telah lewat.” (HR. Muslim 1162).

     

    Dan setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendapatkan informasi bahwa Puasa Asyura adalah kebiasaan puasa yahudi yang paling agung, beliau bertekad, tahun depan akan puasa tanggal 9 Muharam, agar puasa beliau beda dengan kebiasaan puasa yahudi. (HR. Muslim 1134)

    Berdasarkan keterangan di atas, kita sepakat, bahwa dalam puasa Muharam, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menentukan hari khusus yang paling istimewa untuk puasa, selain tanggal 9 dan 10 Muharam.

    Beliau hanya menganjurkan memperbanyak puasa selama Muharam.

    Karena itu, tidak dibenarkan seseorang menyatakan ada anjuran khusus untuk berpuasa tanggal 1 Muharam atau tanggal sekian Muharam, sementara dia tidak memiliki dalil yang mendukung pernyataannya.

    Satu prinsip yang penting untuk kita garis bawahi, bahwa satu amal yang sama, bisa jadi memiliki hukum yang berbeda, tergantung dari niat pelakunya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan kaidah,

    إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى

    ”Sah dan tidaknya amal, bergantung pada niatnya, dan seseorang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang dia niatkan.” (HR. Bukhari 1 dan Muslim 1907)

    Sebagai contoh, misalnya ada orang yang menyerahkan sejumlah uang kepada orang lain, “Ambillah uang ini!”

    Ada tiga kemungkinan akad yang berlangsung dalam kasus ini, (1) jika ia berniat mendermakannya, maka akadnya adalah hibah, (2) Jika tidak berniat berderma, maka akadnya adalah qardh (utang) yang wajib dikembalikan oleh penerima uang, atau (3) akadnya wadi’ah (titipan) yang wajib dijaga oleh penerima.

    Bentuknya penyerahan uang, namun hukumnya berbeda karena perbedaan niat saat penyerahan uang itu.

    Contoh yang lain, si A melakukan puasa di hari senin tanggal 9 Dzulhijah.

    Puasa yang dikerjakan sama, namun status dan nilai puasa itu berbeda tergantung niat orang yang melaksanakannya.

    Orang yang melakukan puasa tanggal 1 Muharam, ada 2 kemungkinan niat yang dia miliki.

    Pertama, dia berpuasa tanggal 1 Muharam karena motivasi hadis yang menganjurkan memperbanyak puasa di bulan Muharam.

    Ini termasuk puasa yang bagus, sesuai sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana penjelasan di atas.

    Kedua, dia berpuasa tanggal 1 Muharam karena ’tahun baru’, atau mengawali tahun baru dengan puasa, atau karena keyakinan adanya fadhilah khusus untuk puasa awal tahun, dst.

    Dr. Muhammad Ali Farkus – ulama Aljazair – menegaskan,

    وجديرٌ بالتنبيه أنَّ شهرَ اللهِ المحرَّم يجوز الصيامُ فيه من غير تخصيص صوم يوم آخرِ العام بنية توديع السَّنَةِ الهجرية القمرية، ولا أول يوم من المحرم بنية افتتاح العام الجديد بالصيام

    ”Perlu diperhatikan bahwa selama bulan Muharam, dianjurkan memperbanyak puasa. Tidak boleh mengkhususkan hari tertentu dengan puasa pada hari terakhir tutup tahun dalam rangka perpisahan dengan tahun Hijriah sebelumnya atau puasa di hari pertama Muharam dalam rangka membuka tahun baru dengan puasa.” (http://ferkous.com/site/rep/Bg29.php)

    Kemudian Dr. Muhammad Ali Farkus menjelaskan hadis yang menganjurkan puasa tutup tahun dan pembukaan tahun baru.

    Beliau mengatakan,

    ومن خصّص آخر العام وأوَّلَ العام الجديد بالصيام إنما استند على حديثٍ موضوع: «مَنْ صَامَ آخِرَ يَوْمٍ مِنْ ذِي الحِجَّةِ وَأَوَّلَ يَوْمٍ مِنَ المُحَرَّمِ، خَتَمَ السَّنَةَ المَاضِيَةَ وَافْتَتَحَ السَّنَةَ المُسْتَقْبلَةَبِصَوْمٍ جَعَلَ اللهُ لَهُ كَفَّارَةَ خَمْسِينَ سَنَةً»، وهو حديث مكذوبٌ ومُختلَقٌ على النبي صلى اللهُ عليه وآله وسَلَّم

    Orang yang mengkhususkan puasa pada hari terakhir tutup tahun, atau hari pertama tahun baru, mereka dengan hadis palsu:

    “Barangsiapa yang puasa pada hari terakhir Dzulhijah dan hari pertama Muharam, berarti dia menutup tahun sebelumnya dan membuka tahun baru dengan puasa. Allah jadikan puasa ini sebagai kaffarah dosanya selama 50 tahun.”

    Hadis ini adalah dusta dan kebohongan atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

    Dalam hadis ini terdapat perawi bernama Ahmad bin Abdillah al-Harawi dan Wahb bin Wahb. As-Suyuthi menilai, keduanya perawi pendusta. (al-Lali’ al-Mashnu’ah, 2/92).

    Penilaian yang sama juga disampaikan as-Syaukani dalam al-Fawaid al-Majmu’ah (hlm. 96).

    Peringatan al-Hafidz Abu Syamah

    Banyaknya amalan yang beredar di tengah masyarakat terkait tahun baru Hijriah, menjadi sebab para ulama hadis mengingatkan masyarakat untuk menghindari amalan semacam itu.

    Diantaranya al-Hafidz Abu Syamah (w. 665 H), seorang ahli sejarah dan ahli hadis dari Damaskus.

    Dalam kitabnya al-Bahis ’ala Inkar al-Bida’, beliau menegaskan bahwa berbagai hadis yang menyebutkan keutamaan amalan di akhir tahun atau awal tahun, semuanya hadis yang sama sekali tidak ada dalam kitab hadis (la ashla lahu).

    Dan derajat ini, lebih parah dari pada hadis palsu.

    Beliau mengatakan,

    ولم يأت شيءٌ في أول ليلة المحرم، وقد فَتَّشْتُ فيما نقل من الآثار صحيحًا وضعيفًا، وفي الأحاديث الموضوعة فلم أر أحدًا ذكر فيها شيئًا، وإني لأتخوّف -والعياذ بالله- من مفترٍ يختلق فيها حديثًا

    ”Tidak ada riwayat apapun yang menyebutkan keutamaan malam pertama Muharam. Saya telah meneliti berbagai riwayat dalam kitab kumpulan hadis yang shahih maupun yang dhaif atau dalam kumpulan hadis-hadis palsu, namun aku tidak menjumpai seorangpun yang menyebutkan hadis itu. Saya khawatir – wal iyadzu billah – hadis ini berasal dari pemalsu, yang membuat hadis palsu terkait tahun baru.”(al-Bahis ’ala Inkar al-Bida’ wa al-Hawadits, hlm. 77)

WhatsApp chat